Bandara Kertajati, Majalengka (BIJB): Meskipun sudah beroperasi, bandara ini sempat disebut “sepi” dan terancam mangkrak karena kurangnya aksesibilitas dan minat maskapai/penumpang, meskipun ada upaya pengalihan rute penerbangan. Artikel ini akan membahas mengapa menghadapi tantangan berat. Statusnya yang sempat “sepi” menjadi cerminan kompleksitas pembangunan infrastruktur dan konektivitas.

Beroperasi sebagai salah satu bandara terbesar di Indonesia, di Majalengka sempat menghadapi masa-masa sulit. Julukan “sepi” melekat padanya, memicu kekhawatiran akan ancaman mangkrak. Situasi ini kontras dengan harapan besar yang disematkan pada Bandara Kertajati sebagai salah satu hub penerbangan penting di Jawa Barat, yang sangat penting untuk masyarakat dan konektivitas.

Penyebab utama dari minimnya aktivitas di adalah masalah aksesibilitas. Lokasinya yang cukup jauh dari pusat keramaian, seperti Bandung dan Cirebon, membuat penumpang enggan. Ketersediaan moda transportasi darat yang terbatas dan waktu tempuh yang panjang menjadi penghalang utama, sehingga sulit bagi penumpang untuk bepergian.

Selain aksesibilitas, minat maskapai dan penumpang juga menjadi faktor krusial. Maskapai enggan membuka rute jika proyeksi jumlah penumpang tidak menjanjikan. Konsumen pun memilih bandara lain yang lebih mudah dijangkau, seperti Bandara Husein Sastranegara di Bandung, meskipun mungkin kapasitasnya lebih kecil. Ini memicu permasalahan yang baru.

Dampak dari “sepinya” sangat terasa. Investasi besar dalam pembangunan infrastruktur terancam tidak optimal. Potensi ekonomi daerah sekitar, seperti sektor pariwisata dan logistik, juga terhambat karena kurangnya konektivitas udara yang efektif. Ini memperparah Ketimpangan Pendapatan di wilayah tersebut.

Pemerintah sebenarnya telah berupaya keras untuk menghidupkan Bandara Kertajati. Pengalihan rute penerbangan dari Bandara Husein Sastranegara adalah salah satu strategi utama. Namun, langkah ini juga menuai pro dan kontra, mengingat kenyamanan dan preferensi penumpang yang sudah terbiasa dengan bandara sebelumnya.

Tantangan ini menyoroti kompleksitas dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur berskala besar. Tidak cukup hanya membangun fasilitas. Konektivitas pendukung, seperti jalan tol dan transportasi umum yang terintegrasi, harus disiapkan secara paralel. Ini penting untuk memastikan bahwa Bandara Kertajati dapat berfungsi optimal, dan tidak ada lagi masalah.

Perbaikan berkelanjutan dalam aksesibilitas adalah kunci. Penyelesaian ruas jalan tol baru yang menghubungkan langsung ke bandara, serta pengembangan moda transportasi publik yang efisien, dapat meningkatkan minat penumpang. Promosi dan insentif bagi maskapai untuk membuka rute baru juga diperlukan untuk membantu pembangunan.

Secara keseluruhan, Bandara Kertajati menghadapi tantangan serius dalam mengatasi status “sepi” dan ancaman mangkrak. Dengan fokus pada peningkatan aksesibilitas, strategi yang matang untuk menarik maskapai dan penumpang, serta kolaborasi lintas sektor, diharapkan bandara ini dapat berkembang. Ini akan menjadi hub penerbangan yang vital dan pendorong ekonomi bagi Jawa Barat di masa depan.