‘Kuntilanak’ adalah nama hantu perempuan paling populer di Asia Tenggara, identik dengan wanita hamil yang meninggal saat melahirkan. Untuk memahami mengapa nama ini begitu kuat dalam budaya kita, kita perlu menelusuri akar katanya. Makna Linguistik dari kata ini memberikan petunjuk jelas mengenai asal-usul legenda tersebut. Nama ini adalah kunci untuk mengungkap ketakutan historis masyarakat Melayu-Nusantara.
Secara etimologi, kata ‘Kuntilanak’ diyakini merupakan gabungan dari tiga kata. Dua versi yang paling sering diyakini adalah gabungan dari kata kuntian dan anak, atau kuntilan dan anak. Kata dasarnya merujuk pada kondisi atau keadaan tertentu yang sangat berhubungan dengan ciri khas sang hantu perempuan yang melegenda ini.
Dalam bahasa Melayu, kata kunti atau puntian sendiri sering dikaitkan dengan istilah yang merujuk pada ‘perempuan’. Sementara itu, kata anak secara harfiah berarti ‘anak’. Oleh karena itu, Makna Linguistik yang paling umum dan lugas dari ‘Kuntilanak’ merujuk pada sosok ‘perempuan yang memiliki anak’ atau ‘perempuan yang hilang anaknya’ dalam konteks yang mengerikan.
Beberapa ahli bahasa juga mengaitkan kata ini dengan frasa Melayu kuno pontianak, yang berarti ‘pohon tinggi’ atau ‘pohon tempat kuntilanak bersemayam’. Kota Pontianak di Kalimantan Barat pun diyakini mendapat namanya dari legenda ini. Makna Linguistik yang beragam menunjukkan betapa dalamnya akar mitos ini dalam struktur bahasa dan budaya di kawasan Nusantara.
Secara historis, munculnya legenda Kuntilanak erat kaitannya dengan tingginya angka kematian ibu dan bayi di masa lalu, terutama saat proses persalinan yang minim fasilitas medis. Kematian ibu hamil dianggap sebagai kematian yang ‘tidak wajar’. Mitos ini berfungsi sebagai mekanisme masyarakat untuk memproses kesedihan dan ketakutan kolektif terhadap nasib tragis ini.
Jadi, sosok Kuntilanak adalah representasi dari roh penasaran seorang wanita yang meninggal tanpa sempat melihat anaknya. Kuntilanak mencari korban sebagai bentuk pelampiasan rasa sakit dan kehilangan yang tak terobati. Makna Linguistik dan budaya ini menjelaskan mengapa teriakan hantu ini sering diiringi tangisan bayi, menambah kengeriannya.
Meskipun saat ini Kuntilanak sering menjadi objek hiburan di film horor, asal-usulnya tetap mengandung nilai-nilai kearifan lokal. Legenda ini secara tidak langsung mengingatkan masyarakat akan pentingnya keselamatan ibu dan anak. Ia adalah warisan budaya yang menyimpan jejak kondisi sosial-historis masa lampau.
Pada akhirnya, menelusuri akar kata ‘Kuntilanak’ membawa kita pada pemahaman bahwa nama ini bukan sekadar label hantu. Ia adalah cerminan dari tragedi, ketakutan, dan kepercayaan yang telah membentuk cara pandang masyarakat terhadap kehidupan, kematian, dan misteri yang tersimpan di baliknya.