Inisiatif pembentukan Desa Tangguh Bencana (Destana) telah menjadi strategi fundamental dalam upaya mitigasi risiko di Indonesia. Konsep Desa Tangguh menempatkan komunitas lokal sebagai subjek aktif, bukan sekadar objek bantuan, dalam menghadapi potensi ancaman alam. Dengan adanya transfer pengetahuan dan keterampilan, masyarakat desa dapat mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko bencana yang mungkin terjadi di wilayah mereka secara mandiri. Membangun Desa Tangguh berarti memastikan setiap warga desa memahami risiko yang mereka hadapi, tahu cara bertindak saat terjadi bencana, dan mampu memulihkan diri dengan cepat pasca-kejadian. Pendekatan ini adalah garda terdepan mitigasi karena mengurangi ketergantungan pada intervensi eksternal di saat-saat kritis.
Langkah awal pembangunan Desa Tangguh adalah pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) di tingkat desa. Forum ini, yang terdiri dari tokoh masyarakat, aparat desa, dan perwakilan kelompok rentan, bertugas menyusun Rencana Penanggulangan Bencana Desa (RPBD). RPBD ini mencakup pemetaan bahaya lokal (misalnya, zona rawan longsor atau banjir) dan penyusunan jalur evakuasi yang disepakati bersama. Studi kasus implementasi Destana di Desa Asemdoyong, Jawa Tengah, menunjukkan bahwa setelah pembentukan FPRB pada tahun 2024, desa tersebut berhasil memasang 15 unit rambu peringatan dini sederhana buatan sendiri di titik-titik rawan banjir. Rambu ini berfungsi sebagai indikator visual bahaya yang mudah diakses oleh seluruh warga.
Komponen kunci lain dari Desa Tangguh adalah peningkatan kapasitas melalui pelatihan simulasi. Pelatihan yang efektif mencakup pertolongan pertama dasar, teknik evakuasi mandiri, dan komunikasi darurat. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten setempat secara rutin memberikan pelatihan kepada Tim Siaga Bencana (TSB) desa. Pelatihan terakhir yang diselenggarakan pada hari Minggu, 27 April 2025, melibatkan 150 peserta dan disaksikan oleh Bintara Pembina Desa (Babinsa) dari Komando Rayon Militer (Koramil) setempat, untuk memastikan standar prosedur keamanan dipatuhi. Simulasi ini juga menguji kesiapan lumbung pangan desa dan tempat pengungsian sementara yang telah ditetapkan.
Aspek krusial yang tidak boleh diabaikan adalah dukungan dari aparat penegak hukum dan keamanan. Petugas Kepolisian Sektor (Polsek) di tingkat kecamatan berperan aktif dalam sosialisasi pencegahan kejahatan dan pengamanan aset selama masa evakuasi, menjamin ketertiban umum di pos pengungsian. Selain itu, Desa Tangguh juga berfokus pada ketahanan ekonomi, dengan mendorong masyarakat mengintegrasikan risiko bencana dalam perencanaan mata pencaharian mereka. Dengan adanya sistem yang terintegrasi, yang didukung oleh kolaborasi antara masyarakat, perangkat desa, dan aparat, model Destana terbukti menjadi solusi paling ampuh dan berkelanjutan untuk mereduksi dampak bencana di tingkat akar rumput.